Menata Ulang Strategi Pemberdayaan UMKM dari Bawah

Pemberdayaan UMKM bukan dimulai dari sertifikasi ekspor, tetapi dari sebuah pinjaman kecil tanpa bunga mencekik yang memungkinkan seorang ibu untuk membeli bahan baku esok hari. Sebab, modal kecil yang stabil dan berkelanjutan bisa menjadi pembeda antara bertahan dan berkembang. Selain permasalahan modal, hal lain yang menjadi masalah mendasar para pelaku UMKM di Kota Palopo adalah akses ke pengetahuan, teknologi, infrastruktur, dan sistem yang adil.

Berdasarkan temuan SMERU Research Institute (2023) dalamlaporan “Potret Kondisi UMKM di Indonesia” teridentifikasi empat hambatan utama non-monetari yang secara sistemis menghambat pertumbuhan UMKM, yaitu Keterbatasan pemahaman regulasi, Kesenjangan literasi digital dan pemasaran, Subsidi logistik lokal & klasterisasi distribusi sertaminimnya fasilitasi mengadakan event/promosi produk di tempat yang strategis.

Selaras dengan hasil penelitian SMERU Research Institute, dalam kerangka teori Institutional Voids(Khanna & Palepu, 2010), disampaikan bahwa di negara berkembang, ketiadaan lembaga pendukung yang efektif, seperti lembaga edukasi regulasi, pusat logistik mikro, atau sistem promosi inklusif telah menjadi penghambat utama pertumbuhan usaha kecil.

Membangun UMKM bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal dignity—martabat—untuk bisa berkembang tanpa terjebak dalam birokrasi, ketertinggalan, atau ketidakadilan struktural. Jika Kota Palopo ingin mendorong pemajuan UMKM, maka strategi pembangunannya harus dimulai dari yang paling kecil, yang paling diam, yang paling sering dilupakan. Bukan hanya yang bisa go global, tetapi yang bisa bertahan, belajar, dan punya kesempatan untuk tumbuh secara adil.

Dalam kerangka Inclusive Economic Development, transformasi UMKM harus dimulai dari penguatan kapasitas dasar, akses terstruktur, dan ekosistem pendukung yang menyentuh kelompok paling rentan. Dengan menerapkan pendekatan berbasis bukti, bertahap, dan partisipatif, RPJMD Kota Palopo dapat menjadi contoh pembangunan berbasis akar rumput yang tidak hanya aspiratif, tetapi juga akuntabel dan berkelanjutan.

baca juga  Dukung Swasembada Pangan, Polres Lutra dan Dinas pertanian Manfaatkan Lahan Tidur

Untuk itu, dalam rangka mewujudkan pembangunan yang benar-benar inklusif, dokumen RPJMD Kota Palopo perlu melakukan reposisi strategis dengan menekankan pada penguatan kapasitas dasar UMKM mikro melalui pendekatan berbasis akar rumput, sebelum mendorong akses ke pasar global. Prioritas harus diletakkan pada penguatan fondasi lokal yang meliputi literasi usaha, akses terhadap ekosistem digital yang terjangkau, fasilitasi regulasi, dan penguatan rantai pasok domestik sebagai prasyarat substantif bagi kesiapan kompetitif UMKM dalam jangka panjang.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *